Terbaik :)

“betah betah ya disini, sing jadi pribadi yang lebih baik lagi”, kata kata yang ibu lontarkan sekitar satu Minggu yang lalu, tepat pada hari yang sama . Hari ini! Hari Jumat!!

Iyah, saya kembali mondok:) Namun kali ini ada hal yang berbeda, saya bukan lagi dibimbing, melainkan saya yang membimbing. Perasaan terharu juga sedikit bangga atas keberanian ini, tapi juga ada rasa was was yang sering kali menjalar, takut bila didikan saya kurang tepat bahkan salah, takut bila prilaku saya tak sesuai seperti apa yang saya ucap pada mereka.

Kebetulan, pada Jumat kemarin saya di antar ibu, ayah juga kedua adik saya, adik yang pertama tak bisa ikut, sebab kendaraan kami tak cukup untuk 6 orang sekaligus.

Perjalanan nya tak begitu panjang, lokasi masih terletak di satu kabupaten, hanya beda kecamatan saja hhi. Tapi, sama saja saya meninggalkan keluarga juga :v ..

6 tahun mondok, dan di tambah membimbing. Mungkin akan menjadi tujuh tahun saya tak akrab dengan rumah :” ,

Ada kata yang saya ingat sewaktu ibu akan pulang selepas mengantar saya, “jangan mengecewakan orang lain juga diri sendiri, buat keputusan yang tepat. Sekarang teteh mau jadi ibu buat anak anak pondok, jadi kudu sayang sama mereka kayak teteh sayang sama diri teteh sendiri”

Saya sangat sangat terharu, sebelum membuat keputusan untuk menjadi pembimbing asrama. Ada dilema yang menimpa saya, Iyah atau tidak. Jalani atau membuat plan lain.

Tapi malaikat yang satu ini selalu membuat saya bersemangat, beliau tidak memberikan saran yang terlalu bagiamana, keputusan tetap berada pada tangan saya, katanya “teteh sudah besar, sudah bisa bikin keputusan sendiri, ibu tugasnya memperhatikan juga menunggu kesuksesan teteh, bismillah ya teh”, ah kata kata ibunda selalu membuat terenyuh, sekat sekat di hati basah, air di kelopak mata dibuatnya tak segan tumpah.

Ibu.. sehat sehat selalu ❤

Doakan, putrimu sedang merajut kebahagiaan:)

Meranum❣

❣⁣⁣
⁣⁣
⁣⁣
Kita menjadi perantara waktu yang berputar, sisi dari kita membersamai agar seirama dengan degup dan harap orang sekitar. Banyak yang tak sama, ada saja yang mengalah untuk menang dalam harap dan rela membahagiakan orang lain. Tak tau kah jika hatinya semenyesakan itu? ⁣⁣
⁣⁣
Kita membuat kata, bercerita, melempar semua makna, bukan hanya perihal diri sendiri. Namun, terkadang menjadi perwakilan akan keluh semua orang yang ingin mendapat ruang berpeluh. ⁣⁣
⁣⁣
Kamu, aku, kita, dan mereka. Sama sama punya cinta, pun sisi sebagaimana manusia. Haha, ini bukan soal bagaimana meratapi keadaan, tapi bagaimana manusia membuat cinta, menghargai setiap kepala orang lain, merelakan diri sendiri, menghilangkan pasang yang seakan menarik semua orbit dari ruang agar di nikmati orang lain :v. ⁣⁣
⁣⁣
Kita punya hati untuk saling menghargai,. Mendapat tempat paling nikmat untuk saling mencintai dan memberi. ⁣⁣
⁣⁣
••••⁣⁣
⁣⁣
⁣⁣

Masihkah ingat? Tentang Kita di suatu petang?

Pada petang pertama dalam hidup kita. Saat itu masa di mana semesta tak meragukan, ia lebih banyak membuka kepastian kepastiannya. Alur yang sempat tersedat akibat kamu yang mulai menyebrang, meninggalkan sejuta mimpi yang ternyata baru aku sadari jika hanya aku yang merajutnya sendiri. Taukah kamu? Dalam petang pertama itu, masa bertanya tentang mengapa semesta membuat banyak kepastian? Apakah itu karena ia iba? Pada kita yang bersama tapi seolah sendiri.

Saat itu, kita duduk di tepian jalan sambil menunggu angkutan kota datang. Aku akan melanjutkan perjalanan, sedang kau sengaja menanyakan keberadaanku agar dapat bertemu.

“aku ingin bila setiap rapalan doaku akan sampai pada langit, juga tentang doamu agar sama sepertiku, doa kita, sampai pada langit” kau mengajak ku berbicara sambil menengadah, seolah kau melihat jelas bagaimana perjalanan doa doa sampai ke langit sana.

“hmm, apakah doa yang sampai di langit saling bertemu dan akhirnya tersambung? Atau doa doa itu hanya berpapasan? Dan mungkin saja doa tentang kita, saling berbenturan hingga akhirnya hilang. Sebab ku rasa ego tentang kita, yang saling ingin memiliki tapi tak mampu mencintai Tuhan kita sendiri”

Kamu diam, tak ada jawaban.

Aku berdiri, kendaraan yang kutunggu akhirnya tiba.

“kamu bisa? Menjaga hatimu untuk suatu saat? Bila bukan dengan ku, mungkin dengan orang lain, ia yang lebih baik dari ku, ia yang pandai menjaga hati dan tak sembarang memberikan. Sebab aku ingin yang terbaik, tentang kita” aku melenggang pergi, meninggal tanpa mendengar jawaban terakhir itu.

Ku kira cukup, biar aku yang menerka jawabanmu dengan melihat seberapa niat hatimu.

Semoga saja, doa yang saling berbenturan itu bukan kita.

Hilang dan Kebahagiaan

Kau tahu? Dari sekian waktu, di satu hari aku memikirkan kapan dua puluh lima jam hadir. Dua puluh empat jam akan aku pakai untuk mencari yang hilang, sisanya aku akan bersenda gurau dengan keadaan yang mengakibatkan ku lelah dalam pencarian. Bila sedari awal kau tak berbisik padaku tentang ketenangan yang kau dapatkan dalam genggamku, mungkin saat ini aku tak akan mencari dirimu yang sudah berbentuk kehilangan, aku akan terbiasa sendirian dan berjalan tanpa digenggam.

Aku mencari, sebab sudut kecil dalam hatimu riuh oleh ketenangan yang pergi.

Aku mencari, sebab pikirku kau akan gelisah sendiri.

Namun semakin berlalu aku mengerti, bila mencoba mencari akan membawa dirimu pulang pada ketidak percayaaan, dan rasa tak memiliki. Keegoisan yang teramat membuatku malu sebab teringin kau pulang dengan cepat, bila tak pada diriku mungkin pada tempat lain, asal kau pulang dengan perjalan baik dan selamat.

Mungkin dulu, saat masa dimana ketidak percayaanmu pada semesta hadir, membuat kau tak kuat berlama lama sendiri dan mencoba mengais tanganku serta menggenggamnya lebih lama. Sekarang aku bangga, kau lebih hebat dariku dalam menerjang luka, hingga membuatmu lupa pada siapa kau harus berlari terbirit saat kegagalan atau kedalaman luka tak dapat terkendali. Saat inilah, dimana aku ingin mendengar cerita yang sudah lama tak kau bagi, semua keluh, serta semua kebahagian pagi yang kau dapat hingga senja menyingsing dari mega.

Ketidak sempurnaan milikmu dulu, kini aku rapihkan menjadi catatan kenangan yang terabadikan untuk kau letakan dalam baris perjuangan saat kau pulang, bukan pulang pada rumah tempat luka bersemayam, tapi pulang pada istana kesunyian yang akan kau ramaikan dengan keindahan renjana.

Semoga dengan perjalanan hebat itu, kau dibuat percaya dan semakin percaya bila keajaiban tuhan memang ada, bila ikhtiyar akan membawa semua luka dan mengalihkannya pada rentetan rencana sang pencipta.

Akan aku tunggu,

Kisah mengagumkan tentang merawat cinta pada pemilik semesta hingga kau tak berpikiran lagi jika semuanya terbuang percuma.

Akan aku tunggu.

Semua tentangmu di suatu kelak.

K I T A (siapa?)

Memandangi diri yang tiada habisnya di depan cermin, seketika berbicara dan bertanya “aku siapa?” gusar, pertanyaan itu belum terjawab, “aku? Aku siapa?” lagi lagi yang terdengar hanya itu, beberapa menit menunggu, keadaan lengang dan sunyi, hanya suara tarikan napas yang terdegar gendang telinga.

“ apa aku,..” perkataaan itu tergantung,

“ apa aku, manusia yang belum berguna dan hanya bisa membaca?”

“membaca apa?” tanya batin nya

“ membaca satu dua buku, atau hanya beberapa halamannya saja”

Ting, tak ada jawaban lagi dari sang batin. Sepetinya dia membenarkan.

“apa aku juga, belum terlalu berguna dihadapan orang banyak? Atau mungkin berguna bagi diri sendiri saja aku tidak? Atau aku ini seperti apa menurutmu?”

Batin diam, sang mata yang mulai berbicara. Lewat pengamatan wajah pada orang didalam cermin, batinnya tiba tiba bersuara kembali “ rupamu tak cacat, sempurna dan elok di lihat”. Mata terus saja memperhatikan, kalau kalau ada ketidak sempurnaan. Sayang, semuanya normal, utuh dan sempurna, tak ada kekurangan.

“aku utuh dan tak cacat, lantas mengapa merasa kurang dan tak waras? Mengeluh atas perkara yang tak jelas”

“aku merasakan, sebab aku merasa kekeringan, aku sepi dan tak terawat. Aku merasakan, hati yang  gusar sebab tak di beri asupan, pikiran yang dangkal sebab ilmu yang tak  berkecukupan”

Satu dua buku saja di habiskan, itupun dengan waktu yang terbilang lama. Bahkan bisa hanya hitungan lembar dihabiskannya, sebab terlalu menguras waktu katanya.

Pun tentang hati yang kering kerontang sebab terlalu bayak dendam. Dendam pada keadaan yang mungkin tak sepaham, dendam pada khalayak yang mungkin meninggalkan jejak kekecewaan.

***

Kita keliru tentang waktu terbaik

Cara kita menganggalkan harap pada memilik semesta, menjadikan kita percaya bila rapalan doa akan merubah segala prahara.

Lalu kita meluruskan apa yang kita bisa, tiba pula di pertengahan kita semakin dibuat percaya atas apa yang kita kerja keras kan. Hampir di garis akhir kita semakin di buat rela berkorban, dan sampailah pada waktu dimana kita menunggu keputusan.

Sudah seharusnya bila kita memang sangat percaya bukan?

Sebab segalanya telah di lakukan, juga berkorban. Dan yang paling membuat yakin adalah kita bisa mengatasi semua halau rintang. Dalam perjalanan itu pula kita tak berhenti menengadah harap dan terus menyatukan segala urusan dengan Tuhan.

Dengan semua itu, jadilah kita berada di titik akhir, titik penantian atas usaha dalam menyongsong harap impian. Tapi, usaha belum terbayarkan. Semua yang kita yakini ternyata hanya mengajak kita berjalan jalan, bermain main dengan berbagai macam permainan yang sewaktu di perjalanan menyulitkan, namun kita bisa memainkannya, kita pun merasa berhak menjadi pemenang.

Ternyata tak begitu,

Kita gagal atas apa yang kita percaya

Kita merasa kerdil di antara semua orang yang bersorak horai

Lantas kita jengkel tak karuan dengan Tuhan yang di salahkan

.

Seharusnya tak perlu, sebab dari awal sudah ada yang tertinggal .

Kita tak membawanya, kita sengaja meninggalkannya karena terlalu percaya.

Kita meninggalkan ruang kesiapan

Siap menjadi orang gagal,

Siap menjadi orang kalah,

Siap tak menangis dan mengais kasihan

Siapkan akan menjadi seperti apa bila keputusan telah menang telak dan tak bisa di ganggu gugat,

Siapkan juga pada awal sebelum berjalan, keberhasilan sangat erat hubungan nya dengan kegagalan, mereka berjalan beriringan. Tapi yang menjadi pemenang adalah yang yakin tentang adanya sebuah kegagalan, sehingga kita tak terpuruk dan menyalahkan keadaan apalagi tuhan.

Luaskan hati jika ingin menjadi pemenang

Nikmati dengan ruang yang bijak agar tak terjadi kekecewaan

KEEP GOING

sembilu

Masih ditempat yang sama, saat orang orang pergi berkelana mencari tempatnya yang baru.

Waktu itu bulan April, saat kau memulai pencarian rencana, mengapa baru saat itu? Padahal sudah sejak kapan orang orang yang lain sibuk dengan rencana yang akan mereka lakukan selepas lulus putih abu abu.

Berpamitan adalah awal dari sebuah degup yang sadar perihal kepergian. Malam itu saat yang tak sampai untuk bercerita banyak hal, hanya sekedar berucap ‘aku pergi’ yang bisa terbaca dalam telepon genggam yang usang. Kiraku itu akan berlangsung lama, ternyata tak lebih dari sepekan berita kedatangan itu hadir kembali.

Namun, awal bulan Juni menjadi bibit kepergian yang tak akan menggembalikan. Pamit itu berucap lagi, tutur itu akan lenyap ditelan sunyi, kedatangan yang akan mulai di cari hingga senja berubah pagi. Dan mungkin awal dari cerita tentang kehidupan kita yang akan berbeda.

Aku becengkrama dengan duniaku, pun kau yang pergi dengan tak meninggal jejak selain sunyi. Mimpi yang telah lama terawat kau tinggalkan dengan jejak yang sama sekali tak terlihat, seolah ingin hilang lepas dengan angan yang mengawang. Ku tahu hatimu berat, sebab harus beranjak dengan dengan alur mimpi yang mulai terkoyak.

Pada bulan juni itu pun, menjadi sebuah petualangan baru dalam mencari tempatku yang akan mengeluarkan semua ambisi dan imajinasi.

Jalur dalam membuka gerbang ternyata tak sehebat kepercayaan yang saat itu paling menghangatkan, aku gagal dalam beberapa jalur menuju universitas. Padahal, tekad saat itu sangat kuat hingga si jiwa sangat yakin akan lolos seperti orang orang hebat. Kenyataannya Tuhan belum berpihak, ia masih sayang padaku dan menyuruhku untuk lebih keras berusaha.

Bila kekecewaan tengah menertawakanku saat itu, mungkin kau telah lebih dulu ditertawakan. Sebab pergi dengan meninggalkan mimpi dan berfikir tak akan bisa kembali.

Aku lega saat kegagalan mencoba membopongku agar lebih kuat menggenggam doa,  dan ku tahu kau pun sama.

Ingat, pernah kau berucap jika doa adalah senjata yang paling kuat dalam menembus segala ketidak mungkinan? Ya aku percaya, dan terimakasih kau telah menuturkan itu kembali.

Saat ini, kita berbatasan portal yang menghantarkan kebahagiaan berbeda, tapi dengan cerita yang kesekian aku berharap mimpimu bisa terukir kembali, membawa sejuta kesiapan yang saat ini tengah kau rajut, semoga cengkrama itu hadir dalam merawat mimpi seperti saat sebelum kau pergi.

Kadarnya luar biasa, itu rindu bukan?

hening pada musim di kotaku, banyak hembusan tak karuan mengusik ketenangan.

Pada pagi hari, ada hangat yg dirindukan

satu perkara yang tak pernah orang lain ketahui, kecuali aku dan kamu

menggebu dalam setiap desir suruan mentari

dihantar ombak menuju pulau labuanmu

ditiup semilir, yang berdasa pada perjalanan menuju jendela kamarmu

itulah rinduku, yang berpijar pada kilas cahaya tanpa kau minta

itulah nyanyianku, yang berdendang pada balik telinga tanpa mampu kau dengar

sebab mungkin, aku hanya rindu sendirian


Perihal rindu yang banyak makna, bukan hanya soal pasangan bukan? Apalagi saya yang masih tahap ecek ecek.

Rindu itu berbuah makna, apa saja. Asal kamu bisa mengolah apa arti dari rindu, dan pada siapa ia disematkan.

Jika rindu, berarti pertanda tak ada mata yang saling memandang, atau obrolan yang saling berkepanjangan lewat pertemuan. Kalanya, itu arti rindu, sebab tak hadir.

Rindu siapa dirimu?

Rindu ayah yang pergi sebab mencari kebahagiaan untuk keluarga?

Rindu ibu yang biasanya ada dalam menyiapkan kebahagian yang ayah datangkan?

Atau rindu para saudara yang biasa nya membuat kesal karena keributan?

Eh atau mungkin, rindu teman yang kini entah dimana?

Ah, banyak bukan..

Mengapa pada terakhir kata itu saya tulis ‘rindu sendirian?’, karena apa mungkin mereka yang saya rindukan juga merindukan?

hallow!

hai, sebut saja ini yang pertama. karna dua situs sebelumnya, saya vakumkan. saya ganti dengan ini. kali ini, saya beri nama ‘kantung suara’ 🙂

kenapa kantung suara?

karna, semua orang belum tentu bisa mengutarakan isi kepala atau hatinya, termasuk saya. Tulisan bisa memulihkan, meski mungkin berpikir siapa yang akan membaca? tapi itu menyenangkan, bagi sebagian orang kata adalah tuannya, yang membantu didepan kala suara tak bisa terdengar. kata itu salah satu keakraban, kala pertemuan tak bisa di wujudkan.

dari itu, saya namakan ini ‘kantung suara’, agar aksara aksara tersampaikan meski telinga tak mendengar, tapi mata dapat merasakan. tentang semua orang, bukan hanya saya.

dari itu, mari berkenalan, bermain pada dunia saya yang penuh keriuhan, tenang riuhnya bersembunyi, pada balik diksi diksi. tidak akan terdengar kecuali jika kau membacanya 🙂

ketuk pintu saya di instagram @ilmiinf